UMROH
24 APRIL2014 - 02 MEI 2014
Aku bersyukur sekali Tuhan
memberiku HIDAYAH dan kesempatan untuk melihat Masjid Nabawi dan Masjidil Haram kembali. Dan apa yang kulihat jauh sekali
berbeda dari apa yang aku lihat di tahun 1990 ketika aku naik haji.
Masjid Nabawi sungguh begitu indahnya
dan Masjidil Haram alangkah begitu megahnya.
Di tahun 1990 yang lalu, ketika aku berkunjung kesini, Masjid Nabawi waktu itu kebetulan sedang di renovasi besar-besaran sehingga banyak debu
dan peralatan-peralatan yang mengurangi dan menutupi sebagian keindahan masjid.
Disamping itu, Masjidil
Haram belum tertata seperti sekarang ini, dimana sekarang
ini menyatu dalam kesatuan lingkungan hotel-hotel dan perbelanjaan mewah.
Sarana untuk Thawaf dan Sai pun sudah begitu modern.
Sarana untuk Thawaf dan Sai pun sudah begitu modern.
Pasar seng yang dulu jadi favorit
jamaah belanja sekarang sudah tidak ada lagi. Berganti deretan mal dan hotel
berbintang.
Sesuai paket NRA Tour&Travel
yang aku ikuti, aku menginap di hotel
Movenpick hotel bintang lima yang berhadapan dengan pelataran Masjidil Haram.
Sehingga akses ke Masjidil Haram sangat dekat sekali karena begitu turun lift
beberapa meter kedepan sudah pelataran Masjidil Haram. Mestinya ini
memungkinkanku untuk intensif beribadah.
Tapi apa yang terjadi???
Entah bagaimana, karena ini yang
mengatur pihak NRA, aku sekamar berempat. Aku dan seorang ibu namanya bu Fega berusia
sekitar 48 tahun dengan dua orang tuanya (Ibunya dan ibu mertuanya) dimana
kedua orang tua tadi sudah cukup berumur yaitu keduanya sekitar 77 tahunan. Nah
ternyata bu Fega sepertinya perlu bantuanku untuk mengurus dan melayani
nenek-nenek itu untuk sholat dan ibadah ke masjid.
Aku adalah ketua Pos Lansia “Dahlia Senja” yaitu suatu komunitas yang memberi perhatian
terhadap kesehatan dan kesejahteraan para lansia. Maka naluriku tentu tidak mengijinkanku untuk egois
tidak memperdulikan nenek-nenek tersebut. Alhasil aku memilih untuk mengurangi
intesitas ibadahku, agar aku bisa
membuat nenek nenek tersebut bahagia karena merasa disayangi, dibantu dan diperhatikan.Seperti membantunya, menggandeng untuk ke masjid. Mencarikan tempat duduk.
Kadang kalau dandannya lama, jalannya pelan, maklum nenek-nenek, kami agak ketinggalan dengan yang lain, terpakasa tidak dapat duduk di dalam masjid tapi di pelatarannya.
Kadang kalau dandannya lama, jalannya pelan, maklum nenek-nenek, kami agak ketinggalan dengan yang lain, terpakasa tidak dapat duduk di dalam masjid tapi di pelatarannya.
.
Dikampungku urusanku dengan para
lansia, dan jauh aku ke Mekah ternyata dipertemukan juga dengan para lansia.
Tapi bukankah menolong sesama
adalah juga ibadah ?
Dan bukankah Tuhan juga yang
mengatur sehingga aku sekamar dengan para nenek ini?
Emangnya NRA tahu aku ketua
lansia??? He he he …
Beberapa
foto kenangan
Pengajian
melepas umroh dan kanan Bu jujuk
dan Hj Aisyah kader Pos Lansia Dahlia
Senja ikut mengantar ke airport Soekarno
Hatta
Airport
King Abdul Azis Jedah yang jauh lebih
nyaman dari tahun 1990 dulu
Pelataran
Masjid Nabawi
Didalam masjid Nabawi
D
Saatnya pulang kembali.
Kami
melakukan thawaf wada, thawaf perpisahan dengan kabah. Terharu rasanya akan
meninggalkan kabah.
Kenangan Masjidil Haram yang
terpatri, sungguh sekarang lain sekali.
Bertambah megah, indah tak terperi
Memancarkan misteri illahi yang menyentuh hati.
Ah kemana saja aku selama ini ????
Ketika
kulangkahkan kakiku ber thawaf doaku,” Ya Allah semoga langkah
kakiku ini juga sebagai langkah menuju
perbaikan diriku”
T Hotel Movenpick, yang berhadapan dengan Masjidil Haram
iii
Ikut rombongan NRA Tour & Travel dan kanan: nenek Fatmah dan Mamah yang kusayangi
“Dan ijinkan aku ya Allah untuk kembali lagi
kesini”
(foto dari internet)
Sekarang bukan lagi " I left my heart in Sanfransisco",
tetapi "I left my heart in Masjidil Haram"