Monday, August 1, 2011

Melacak jejak Sang Ibu

 
( Ziarah ke makam ibu, di makam ”Astana Bibis Luhur” Solo 02 Juni 2011 )

Ibu…. Kami datang ke Pusara
Entah ibu dimana, aku berharap didalam surga NYA
Pusara ini hanya sebagai pengingat, jasadmu terbaring,
setelah mengantar anakmu dewasa, dengan doamu yg mengiring.
Ibu, kalau aku bisa memutar waktu,
Aku akan lebih membahagiakanmu diwaktu hidupmu.
Aku akan menemanimu di kesepianmu
Aku akan menggembirakanmu di kesedihanmu
Aku akan meluangkan waktu untukmu,
dan aku akan lebih menyanyangimu.

( Sekarang aku hanya bisa berdoa : Allaahummag firlii waliwaa lidayya warham humaa kamaa rabbayaanii shagiiraa : Ya Allah ampunilah dosaku dan dosa kedua orang tuaku, sayangilah Ibu Bapakku, sebagaimana mereka menyayangi diriku selagi kecil….Amiin Yaa Rabbal Alamiin)




Mungkin agak sentimentil………
Memang! Karena sebelum berangkat ke Solo ziarah ke makam ibu, kakakku menggamit tanganku menyisipkan selembar kertas sambil berkata : “ Ini kamu baca! Kebetulan beberapa hari yang lalu aku mambacanya di majalah, dan kubuatkan copynya untukmu….”
Ternyata sebuah puisi. Mungkin bukan puisi, tetapi “surat”. Kata kakakku, Surat/Puisi itu adalah bagian dari cerita yang dibacanya di suatu majalah ( Bahasa Inggris).
Disitu diceritakan ketika seorang anak membersihkan almari ibunya yang meninggal, dia menemukan coretan tulisan ibunya yang berbunyi seperti ini :

The Time is Now
If you are ever going to love me,
Love me now while I can know
The sweet and tender feelings
Which from true affection flow,
Love me now while I am living,
Do not wait until I’m gone
And then have it chiseled in marble,Sweet words on ice-old stone.
If you have tender thoughts of me,
Please tell me now.
If you wait until I m sleeping,
Never to awaken,
There will be death between us,
And I won’t hear you then.
So, if you love me, even a little bit,
Let me know it while I am living
So I can treasure it.

Almarhum Ibu adalah seorang wartawati?
Jarak umurku dengan almarhum ibu cukup jauh, yaitu 33 tahun, dan aku adalah anak ke lima dari enam bersaudara. Karena jarak yang cukup jauh itu, aku tidak banyak tahu apa saja kegiatan ibuku di usia –usia muda perkawinannya. Yang aku tahu, ketika aku mulai bisa memahami lingkungan sekitar, ibu adalah orang yang aktif di kegiatan-kegiatan kemasyarakatan. Beliau aktif di organisasi Wanita Islam Solo, sebagai wakil ketua (Dimana ketuanya adalah Ibu Hj Gito Sardjono, ibunda dari Dr H. Sulastomo). Beliau juga pernah menjadi Ketua Wanita Islam Kec Banjarsari, Wk Ketua Aisyiah, Wk Ketua Perwari, Wk Ketua BP4 (Badan Penasehat Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian) dan Pengurus Koperasi Konsumsi Jageran ).Beliau juga  mendirikan TK Bhakti di Kampung Cengklik dan kampung Kadipiro.

Tapi bahwa Ibuku juga pernah menjadi seorang penulis, aku hanya mendengar samar-samar dari kakak sulungku, dan aku agak sedikit meragukannya.Mungkin karena itu sudah dizaman yang lampau, dan aku tidak pernah mengetahuinya.

Tapi bahwa akhir-akhir ini bertemu dengan beberapa kenalan, juga bekas tetangga dulu di Solo, dan mereka bilang foto ibu ada di Majalah Panjebar Semangat di Monumen Pers Nasional Solo, agak menghentakku juga. Orang lain sudah pada melihat foto ibu yang jadul ( jaman dulu) sedang aku yang anaknya malah sama sekali belum pernah ke Monumen Pers Nasional.
Aku samar-samar ingat, informasi ini sebenarnya pernah kudengar juga, bahkan dari ibuku langsung , yang bilang bahwa beliau mendengar dari beberapa temannya dulu kalau fotonya /tulisannya yang di majalah Panjebar Semangat ada di Monumen Pers. Namun karena kesibukan, atau mungkin juga kurang perhatian (karena ibu sendiri tidak pernah secara terbuka menyatakan keinginannya untuk pergi kesana) sehingga kami anak-anaknya tidak pernah ada yang berpikir untuk mengantarnya kesana,sampai ibu meninggal. Kami semakin beranjak tua, kenang-kenangan dengan ibu almarhum semakin sering menggugah perasaan kami.  
Maka aku, adikku dan kakakku memutuskan untuk ke solo dan malacak jejak ibu…….
 
(Akhirnya, sesudah dari makam ibu, lalu  berkunjung ke Monumen Pers Nasional  Solo 03 Juni 2011)

 
Hari sudah menjelang sore, dan museum sebentar lagi tutup. Dengan tergesa-gesa kami menjelajahi musem……Dimana jejak ibu…??

(Menurut kakakku, ibu mulai menulis ketika umurnya sekitar 20 tahunan, dan sudah menjadi ibu rumah tangga. Kalau ibu lahir di th 1919 maka berarti mulai ada di Majalah Panjebar Semangat th 1939-1940 an)

Kami sampai didepan etalase yang memajang bundelan majalah-majalah kuno Panjebar Semangat. Dengan izin petugas museum kami mengambil bundelan Majalah Panjebar Semangat tahun 1939. Dengan antusias kami membuka buka lembaran demi lembaran majalah tersebut. Dan tiba-tiba dalam satu lembaran, kami melihat foto ibu. Memang masih sangat muda, tetapi kami hafal dengan wajah ibu. Disitu ditulis informasi tentang ibu, dan di lembaran berikutnya adalah tulisan perdana ibu. Itu adalah Majalah Panjebar semangat edisi November 1939 ! Berarti tulisan-tulisan ibu mestinya banyak terdapat di Panjebar Semangat th 1940, dan tahun-tahun berikutnya. Namun karena sudah sore dan museum segera tutup, maka kami hanya sempat untuk meng copy tulisan ibu yang perdana yang di

Majalah Panjebar Semangat Edisi November Th 1939. http://id.wikipedia.org/wiki/Panjebar_Semangat

    


Miniatur untuk versi per 00:00, 24 April 2010
( Gb dicopy dari internet)


Darwati Rahmat adalah ibuku, dan aku merasa bangga diusianya yang masih sangat muda, terlebih dijaman sebelum kemerdekaan ibu sudah menulis di majalah (Panjebar Semangat), dimana ada beberapa penulis lainnya yang kemudian menjadi tokoh nasional seperti Maria Ulfa dan SK Trimurti. Ibu, walaupun hanya tamatan SR( sekarang SD), namun seorang yang otodidak (belajar sendiri). Hobi ibu adalah membaca. Tiada hari tanpa membaca, baik membaca koran ataupun buku-buku berat lainnya, seperti buku tentang ekonomi, politik, sejarah dan lain-lainnya. Dan beruntung hobi ayahkupun sama, sehingga mereka sangat cocok.



Ibu (R Ngt.Hj Darwati Rahmat) meninggal 18/04/1999 dan ayah (RM Ng.H. Rahmat Soemodiredjo) 06/02/2000 keduanya dimakamkan di “Astana Bibis luhur” Solo

Aku sungguh menyesal! Ketika Monumen Pers dibangun, dan ibu masih hidup, aku belum sempat mengajaknya kesana, sampai ibu meninggal………Alangkah senangnya beliau kalau melihat foto dan tulisan2nya dimajalah Pajebar Semangat dulu ada di Monumen Pers Solo.

Begitulah kehidupan.
Seorang anak , siapapun dia, ketika orang tuanya sudah meninggal pasti akan selalu merasa pernah mengabaikan kesempatan-kesempatan yang sebenarnya bisa lebih membahagiakan orang tuanya.







blog ratna habsari, Juli 2011

7 comments:

  1. Membaca tulisan ini jadi ingin memeluk ibu saya..

    ReplyDelete
  2. ya Allah merinding saya membcanya.. selagi mama masih hidup aku ingin membahagiakannya, aku tidak mau menyesal dikemudian hari :')

    ReplyDelete
  3. Mbak @fyrdhazakaria, Trimakasih telah mampir. Aku udah follow blog sampeyan lho...

    ReplyDelete
  4. salam sukses gan, bagi2 motivasi .,
    Hargailah hari kemarin,mimpikanlah hari esok, tetapi hiduplah untuk hari ini.,
    ditunggu kunjungan baliknya gan .,.

    ReplyDelete
  5. Subhanallah, ternyata Ibunda dari Bunda Ratna ternyata seorang yang gemar menulis dan membaca.

    Semoga tulisan ini bisa menjadi pelipur sekaligus apresiasi Bunda Ratna terhadap beliau

    Selamat hari Ibu, Bunda Ratna

    ReplyDelete
  6. Benar mas@Sofyan, Trimakasih yaaa..Salam

    ReplyDelete